Foto: Ari Saputra |
Dengan pasal tersebut, kata ICW, mekanisme pembuktian terbalik dapat dipraktikkan di Pengadilan Tipikor. Dalam membuktian terbalik, bukanlah jaksa yang membuktikan terdakwa bersalah, melainkan terdakwa sendiri yang membuktikan kekayaanya diperoleh dari hasil yang sah.
"Sebenarnya tanpa revisi, bisa dilakukan juga dengan pembuktian terbalik. Tapi dengan merevisi, lebih kuat," kata Febri Diansyah dalam diskusi 'Modernisasi Kejahatan Korupsi dan Upaya Pemberantasannya', di Jakarta, Minggu (13/11/2011).
Febri mencontohkan, pembuktian terbalik terbukti 'sukses' menjerat terpidana korupsi pajak Bahasyim Assifiie saat diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akhir tahun lalu. Awalnya, Bahasyim hanya dijerat pasal pemerasan senilai Rp 1 miliar kepada wajib pajak Kartini Muljadi.
"Namun dalam dakwaan jaksa, diketahui lalu-lintas rekening Bahasyim tidak wajar. Jumlah hartanya Rp 64 miliar dengan gaji pejabat pajak sekitar Rp 20-an juta. Hakim memerintahkan Bahasyim membuktikan uangnya legal tetapi Bahasyim tidak bisa. Ini kasus unik," imbuh Febri.
Lantas, Bahasyim dihukum 12 tahun penjara oleh PN Jaksel dan saat ini masih tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA). Tidak hanya itu, seluruh harta Bahasyim disita untuk negara.
"Ini yang ditakuti koruptor, pemiskinan koruptor dengan merampas hartanya. Bisa untuk membiayai pelayanan publik, fasilitas umum atau untuk negara. Sebab, koruptor tidak takut di penjara. Koruptor hanya takut miskin. Itu sesuai dengan ungkapan 'uang adalah darah kejahatan'," tandas Febri.
Sumber : Detik.com
0 Comments:
Posting Komentar