SEMARANG: Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) memperkenalkan salah satu teknologi tinggi (hitech) kepada para mahasiswa dan staf pengajar di Universitas Diponegoro, Semarang.
Teknologi tinggi tersebut adalah teknologi nano atau nanotechnology, sebuah teknologi masa depan yang menggarap semua produk dengan bahan baku partikel berukuran 10 pangkat minus 9 meter atau sepermiliar meter.
"Nano teknologi diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru di abad ke-21. Beberapa cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanoteknologi dan nanosains dan menjadikan  pondasi utamanya," ujar Dr Nurul Taufiqu Rohman, Ketua Masyarakat Nanoteknologi (MNI) yang juga anggota Dewan Pakar Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), dalam siaran persnya yang diterima Minggu (13/11).
Nanosains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu obyek atau material dalam skala nanometer. Satu nanometer (nm) setara dengan 1/1.000.000 milimeter atau sepermilyar meter, sebuah ukuran yang sangat kecil karena lebar DNA saja skalanya berkisar 2 nm. Skala nanometer hanya sepuluh kali lipat besaran sebuah atom (0,1 nm= 1 angstrom).
Menurut penerima Habibie Award 2009 ini, perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya perbandingan antara bola bumi dan bola pingpong.
"Dari kenyataan inilah, dapat dikatakan manusia secara perlahan-lahan tengah mendapatkan teknologi yang sulit dibayangkan," jelas Nurul.
Sebagai contoh, perkembangan nanoteknologi dalam dunia computer telah mengubah tak hanya ukuran computer semakin ringkas namun juga peningkatan kemampuan dan kapasitas yang luar biasa, sehingga memungkinkan penyelesaian program-program raksasa dalam waktu singkat.
Bila diimplementasikan dalam pengolahan baja, maka nanobaja mampu menghasilkan baja yang berstruktur halus karena mampu mencapai ukuran beberapa puluh nanometer saja, namun memiliki kekuatan dan umur dua kali lipat dari baja terbaik yang ada saat ini.
"Padahal, teknologi nanobaja sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya," papar doctor bidang ilmu material dan rekayasa produksi dari Kagoshima University, Jepang.
Sumber : mediaindonesia.com
Teknologi tinggi tersebut adalah teknologi nano atau nanotechnology, sebuah teknologi masa depan yang menggarap semua produk dengan bahan baku partikel berukuran 10 pangkat minus 9 meter atau sepermiliar meter.
"Nano teknologi diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru di abad ke-21. Beberapa cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanoteknologi dan nanosains dan menjadikan  pondasi utamanya," ujar Dr Nurul Taufiqu Rohman, Ketua Masyarakat Nanoteknologi (MNI) yang juga anggota Dewan Pakar Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), dalam siaran persnya yang diterima Minggu (13/11).
Nanosains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu obyek atau material dalam skala nanometer. Satu nanometer (nm) setara dengan 1/1.000.000 milimeter atau sepermilyar meter, sebuah ukuran yang sangat kecil karena lebar DNA saja skalanya berkisar 2 nm. Skala nanometer hanya sepuluh kali lipat besaran sebuah atom (0,1 nm= 1 angstrom).
Menurut penerima Habibie Award 2009 ini, perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya perbandingan antara bola bumi dan bola pingpong.
"Dari kenyataan inilah, dapat dikatakan manusia secara perlahan-lahan tengah mendapatkan teknologi yang sulit dibayangkan," jelas Nurul.
Sebagai contoh, perkembangan nanoteknologi dalam dunia computer telah mengubah tak hanya ukuran computer semakin ringkas namun juga peningkatan kemampuan dan kapasitas yang luar biasa, sehingga memungkinkan penyelesaian program-program raksasa dalam waktu singkat.
Bila diimplementasikan dalam pengolahan baja, maka nanobaja mampu menghasilkan baja yang berstruktur halus karena mampu mencapai ukuran beberapa puluh nanometer saja, namun memiliki kekuatan dan umur dua kali lipat dari baja terbaik yang ada saat ini.
"Padahal, teknologi nanobaja sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya," papar doctor bidang ilmu material dan rekayasa produksi dari Kagoshima University, Jepang.
Sumber : mediaindonesia.com
0 Comments:
Posting Komentar